15/04/2010

Dari Sebuah Surat yang 'Ku Tulis

hut's roof

(tulisan ini diambil dari emailku dan ini hanya fiksi, tidak diperlukan tanggapan serius)

"Aku baru baca Fukuyama-nya dan beginilah responku terhadap tulisan itu:

Oke, dari tulisannya mas Ibrahim Isa...Lama-lama semua orang mainan klenik nih ramal meramal, apalagi yang diramal ekonomi, yang mana lebih nggak pasti daripada sastra...Kurasa itu useless banget, lebih useless dari ramalan Nostradamus ehhehehe so what the f* lah ya dgn Fukuyama. Mana ketika bikin buku itu dia kayak bikin skripsi, nyontek draft orang...hehehehe
"Melaksanakan terus aktivitas-aktivitas ekonomi tanpa  memperhatikan kadaan sosial dan keadaan alam beserta lingkungannya. Sehingga akibatnya disini keuntungan perseorangan makin lama makin menjadi beban masyarakat dan alam disekelilingnya yang kesemuanya itu menyebabkan terjadinya penurunan kesejahteraan hidup."
Untuk kutipan yang ini aku SETUJU (ini aku baca respon dari tulisan itu lho). Di Jakarta, aku melihat tiap hari pasti ada pembangunan lot perkantoran atau tempat usaha baru, tapi siapa yang hendak menempati? Semakin banyak yang dibangun bukan berarti turut membangun harapan baru, yang ada banjir makin menjadi-jadi; kota hanya nyaman untuk dipandang ketika berjalan menunduk. Mengapa? Karena ketika kamu melihat ke atas, nggak ada langit, adanya atap gedung yang saingan. Kenapa menunduk? Karena sepanjang sudirman/thamrin sekarang pedestriannya bagus banget dan lebar-lebar, meskipun aku nggak ngerti kenapa dibikin dari bahan yang nggak bisa menyerap air, jadi kalo hujan agak licin. Lapangan pekerjaan tidak berjalan sepadan dengan gelimang kemewahan yang ditawarkan. Jadi...nggak akan pernah ada kata cukup, kecuali kita sendiri yang bilang "Enough is enough" atau mungkin Ya Basta! (aku nggak tau ini konteksnya betul atau salah untuk mengucapkan ini)

Bertahun-tahun kita selalu berkutat dengan kapitalisme x sosialisme atau kapitalisme = neoliberalisme. Kita ngomongin apa sih sebetulnya? Cara pemerintah seharusnya menjalankan perekonomian dan politik negarakah? atau cara kita hidup? 

Buatku saat ini, sudah nggak ada yang perlu dilawan kecuali diri kita sendiri. Semua kontrol ada di diri kita, mau sistem perekonomian seperti apa, rasanya kita manusia sudah diberi kemampuan untuk beradaptasi yang luar biasa. Kita yang bikin, kita yang jalanin, kenapa kita mau 'dijalanin'? Aku tidak berkata bahwa kita harus menjadi rebel dalam arti mentah, hanya kadang kita kerap kali menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam. Kita sedikit melupakan diri sendiri, yang sebetulnya bisa jadi adalah sumber masalahnya. Ya seperti thesis terkutuk itu...hihihihi."