Loose sketch with ink on thin notebook paper is a fool-proof recipe for disaster.
28/12/2015
27/12/2015
Dec 26
Don't even get me started with any Aesop product, I am a devotee. Starting with their Parsley Seed Hydrating Serum, then tons of samples, mask, purifying paste, blemish control gel, Oil Free Facial Hydrating Serum and ended up with the very useful travel kits consists of their cult favorite. And I am longing for their Marrakech Intense or Tacit perfume aaandddd the Cassiopeia kit. My, my.
(if you are visiting their site, don't forget to read The Fabulist section)
Cleansers shown above:
Aesop Fabulous Face Cleanser
Ren Rosa Centifolia Cleansing Gel
Hada Labo Gokujyun Foaming Face Wash
26/12/2015
25/12/2015
24/12/2015
Ilustrasi Web: Sahabat Pena
(Banner dan background sahabatpena.org ini adalah proyek ilustrasi yang saya kerjakan selama bulan November)
Sahabat Pena adalah tempatmu untuk berbagi cerita tentang hal-hal yang kamu alami sebagai remaja, terutama seputar kekerasan dan perbedaan. Juga, sebagai wadah untuk mempertemukan remaja (usia 12-18 thn) melalui medium surat untuk berbagi cerita dan permasalahan khas remaja dari berbagai daerah di Indonesia.
Sahabat Pena adalah salah satu aktivitas yang diselenggarakan oleh Pamflet Generasi & didukung oleh EMpower.
--- Menurut saya, suratnya bagus-bagus semua, ada beberapa yang bikin saya tertawa kecil, juga ada yang bikin saya tercekat. Ayo baca-baca suratnya di sahabatpena.org ya!
-----
Client: Pamflet Generasi
A.D: Maulida Raviola
Medium: Ink on paper, digital coloring on Photohsop CS6
Year: 2015
26/10/2015
MENGGAMBAR KOMIK A LA PETER VAN DONGEN
Hari minggu 25 Oktober kemarin, adalah hari yang sangat menyenangkan. Selain berkunjung ke stasiun angkasa, apa lagi yang bisa membuat hati berdebar? Bertemu komikus idola! Seorang teman memberitahukan tentang Lokakarya Grafis Novel atau Komik di Bienal Sastra, Salihara, Jakarta ini sejak sebulan lalu, tanpa pikir panjang saya langsung mendaftar. Saya baca sedikit keterangan dari tautan yang ia berikan. Nah, kebetulan juga di hari yang sama ada workshop membuat drama audio oleh Monica Canteini. Sikat!*
Dalam lokakarya ini, Peter van Dongen banyak bercerita mengenai bukunya "Rampokan Jawa & Selebes" yang sudah dialihbahasakan dan diterbitkan Gramedia tahun 2014. Kemudian ia bercerita bagaimana ia memulai riset untuk komik ini, tentang inspirasi terbesarnya dan teknis menggambar.
Tentu saja, di dalam lokakarya ini peserta diperbolehkan bertanya, tetapi kemarin sepertinya hanya 3 bapak yang mendominasi pertanyaan. Saya hanya dua kali tek-tokan, karena van Dongen ingin mendengar insight lain dari pembuat komik selain dirinya.
Komik Rampokan Jawa (1998) adalah komik keduanya setelah komik debutnya Muizentheater (1990), kemudian komik Rampokan Selebes diterbitkan enam tahun kemudian di tahun 2004. Rampokan atau Rampok Macan adalah sebuah acara yang diadakan di alun-alun kerajaan Jawa dari abad XVII hingga awal abad XX, menggunakan harimau sebagai atraksi utama yang dipajang di tengah lingkaran pria-pria bersenjatakan tombak. Harimau itu tidak pernah lepas, kalaupun berusaha keluar dari kerumunan, sudah keburu ditombak oleh pria-pria dalam lingkaran. Van Dongen menyebutkan beberapa interpretasi terhadap Rampokan, di antaranya melambangkan perjuangan masyarakat Jawa melawanan VOC.
Terlepas dari garis keturunan keluarganya yang separuh Makassar & Ternate, ia merasa tertarik untuk menuliskan tentang sejarah Indonesia, karena menurutnya pada saat itu tidak banyak cerita tentang bangsa-bangsa di Asia Tenggara pasca Perang Dunia I & II. Banyak orang menuliskan tentang sejarah dunia, terutama Eropa, pasca Perang Dunia, tetapi hanya 2 halaman saja yang menceritakan tentang Indonesia di era yang sama. Ia memilih Indonesia, dengan alasan klise bangsa barat: eksotisme. Seperti halnya Hergé dan serial Tintin, yang sangat diidolakan van Dongen, terutama Lotus Biru (Le Lotus Bleu, 1931).
1) Riset, Riset, Riset
Van Dongen muda, yang saat itu berusia 23 tahun, memulai risetnya dari literatur yang ia dapat dan sepuluh juta kenangan dan foto-foto yang ia dapat dari keluarga ibunya. Kakeknya yang orang Makassar, Henri John Kneefel, meninggal dipenggal Jepang di tahun 1930-an. Selain dari literatur yang ia dapat di Belanda, tak segan dia mengunjungi kantor berita dan arsip nasional, termasuk mendatangi keluarganya di Ternate pada tahun 1992. Beberapa gedung, rumah dan tokoh-tokoh dalam komik ini, berasal dari foto-foto keluarganya.
Untuk komik Rampokan, ia melakukan riset selamat kurang lebih 3,5 tahun. Seperti halnya penulis, ada beberapa hal yang luput dalam riset dan terlanjur dimasukkan ke dalam karyanya, terpaksa dia betulkan saat cetak ulang. Misalnya pada gambar halaman 19 (terbitan Gramedia) Rampokan Jawa di atas, tampak gambar serdadu Gurkha. Dari referensi yang diperoleh van Dongen, serdadu Gurkha tampak seperti Syeikh, mengenakan sorban dan berjenggot, tetapi di literatur lain sebetulnya prajurit Gurkha berasal dari Nepal dan hanya mengenakan topi. Untuk menyiasati hal tersebut, pada cetakan berikutnya, ia total mengubah tokoh prajurit Gurkha, menjadi syeikh saja, dengan menambahkan jenggot. Hal ini tidak terlalu berpengaruh juga kepada jalan cerita.
2) Tentukan pokok pikiran dan jangan lupakan itu!
Jika kita tidak mengulang pokok pikiran/pokok cerita yang hendak kita sampaikan, maka pembacapun akan sulit mengerti apa yang hendak kita ceritakan.
3) Mulailah menggambar dengan membuat thumbnail
Ambil selembar kertas A4, mulailah buat kotak-kotak kecil, yang menggambarkan keseluruhan layout dari komik yang kita gambar. Gambaran aksara saja, untuk dialog dapat diletakkan di samping thumbnailnya. Tentu saja, thumbnail ini tidak dibuat untuk dimengerti oleh orang lain selain kita, jadi kita bisa bebas coret-coret.
Membuat gambaran secara menyeluruh ini penting, karena biasanya kalau kita langsung memulai dengan detail panel, waktu dan tenaga kita habis hanya untuk panel kecil dan jadi malas untuk pindah atau mengontrol keseluruhan cerita. Akibatnya, karya tinggal WIP atau work in progress abadi.
4) Sketsa kasar di lembar kertas A4
Setelah selesai membuat thumbnail, langkah berikutnya adalah "memperbesar" thumbnail itu menjadi sketsa kasar. Di sini kita sudah bisa melihat adegan-adegan, meskipun dari segi gambar belum detail sempurna.
Kita juga bisa dengan lebih serius membagi panel untuk mengejar efek-efek tertentu. Misalnya untuk efek sinematik bisa dibuat satu panel penuh (seperti panel 1 hlm. 19 di atas) atau 3-4 panel kecil-kecil. Pembagian panel dapat memberikan penekanan juga pada seberapa penting adegan tersebut.
Kita tidak perlu risau mengenai alur baca atau menambahkan tanda panah penanda alur gambar, karena dengan otomatis mata akan terarah dari kiri ke kanan. Kecuali pada komik Jepang yang dibaca dari kanan ke kiri. Maka dari itu di sinilah pentingnya membuat thumbnail sebelum memulai sketsa kasar.
5) Sketsa pensil (yang serius)
Peter van Dongen terbiasa menggunakan kertas berukuran 30x40 cm atau kira-kira sebesar A3 untuk sketsa seriusnya. Di tahap ini gambarnya sudah harus detail dan siap untuk proses pewarnaan. Ukuran kertas gambar yang besar memungkinkannya untuk menggambar detail dengan lebih leluasa.
6) Inking/pewarnaan dengan tinta
Tahap ini sungguh krusial, karena di sini kita "mematenkan" gambar yang akan jadi bagian dari komik kita. Banyak penulis komik seperti Katsuhiro Otomo, yang memilih menggunakan pena karena sentuhannya lebih modern, garis yang dihasilkan lebih konsisten. Namun van Dongen memilih menggunakan kuas dan tinta cina. Amboi, seperti Yuko Shimizu rupanya! Kuas yang digunakan oleh van Dongen adalah berukuran 0/00, ideal untuk menggaris dan menggambar detail.
Saya sendiri penggemar kuas bulu mata (alias kuas di bawah ukuran 1) karena alasan yang sama.
7) Jangan lupakan cliffhanger
Salah satu kutipan Wilkie Colins yang terminal adalah "Make 'em cry, make 'em laugh, make 'em wait --exactly in that order". Hal-hal yang bikin kentang (atau kena tanggung alias penasaran) adalah salah satu kunci dari sebuah komik yang menarik. Cliffhanger pada akhir plot cerita dalam fiksi, biasanya meletakkan tokoh cerita dalam dilema atau semacam shocking revelation, dengan harapan para pembacanya akan terus mengikuti jalan cerita selanjutnya. Dalam komik, cliffhanger biasanya diletakkan di panel akhir, atau jika hendak diletakkan di panel pertama, semacam rekapitulasi dari episode/cerita sebelumnya.
Di pikiran saya, cliffhanger ini semacam "pancingan", begitu lah kira-kira.
8) Don't explain everything
Jangan terlalu cerewet menjelaskan sesuatu, kecuali Marcel Proust atau Haruki Murakami. Dalam komik, kita juga berbicara melalui gambar. Tidak perlu menjelaskan latar tempat dan waktu dalam balon teks, jika pada gambar sudah tertera cukup rinci, ya meskipun hal ini tidak dilarang.
(Bagi saya pribadi sih jadi redundant, ya nggak?)
9) Sediakan stok kesabaran 10 hanggar
Membuat komik sebagian besarnya adalah soal sabar. Jangan pernah takut untuk mengulang lagi gambarmu kalau ternyata hasilnya tidak sesuai keinginan. Jangan pernah lelah mewarnai ulang, sekarang dengan adanya Photoshop, bisa mengakselerasi waktu kerja. (Kalau saya jujur saja, masih tertatih-tatih dengan proses pewarnaan digital)
Terbukalah dengan masukan-masukan dari pihak lain, misalnya diprotes oleh proofreader atau editor.
Ketika komik Rampokan Jawa & Selebes hendak diterbitkan di Indonesia, van Dongen melakukan beberapa penyesuaian atas permintaan penerbit. Misalnya pada gambar laki-laki telanjang, gambar penisnya digambar kecil saja atau tertutup celana. Juga di gambar wanitanya, yang banyak digambarkan tanpa atasan, beberapa di antaranya ditambahkan penutup dada. Menurutnya hal itu tidak mengubah keseluruhan cerita, jadi sah-sah saja dilakukan perubahan semacam ini.
Pada awalnya komik seri Rampokan dibuat dalam full color seperti komik Tintin, tetapi atas permintaan penerbit, cetakan awal harus di-tone down menjadi agak hijau. Hal ini dikarenakan penerbit di Belanda berasumsi Indonesia identik dengan hutan-hutan yang hijau dan asri. Juga jika dibuat dalam full color, pembaca pun tidak akan percaya bahwa ini terjadi di masa lampau. Van Dongen mengubahnya dengan menggunakan warna sepia, dengan alasan, bahwa yang ditulis adalah soal kota di Indonesia, bukan hutan. Juga, warna sepia menimbulkan efek atmosfer tempo doeloe.
Aha! Ini Momen yang sangat saya tunggu-tunggu dari dulu, karena saya ketinggalan book signing (lebih tepatnya book doodling) di acara PopCon di SMESCO tahun lalu, jadi saya berharap bisa mendapatkannya di acara ini.
Bersama beberapa peserta lain saya tekun mengantri, akhirnya dapaaaat! Horeeeee…horeeee!!!
Acara yang berlangsung lebih dari 2 jam ini sungguh membuat saya terkesan dan ingin segera pekerjaan komersil lain-lain ini lekas berakhir. Saya ingin memulai riset saya dan membuat komik panjang.
Lebih lanjut mengenai Peter Van Dongen, dapat mengunjungi situs www.petervdongen.nl (dalam bahasa Belanda).
Dalam lokakarya ini, Peter van Dongen banyak bercerita mengenai bukunya "Rampokan Jawa & Selebes" yang sudah dialihbahasakan dan diterbitkan Gramedia tahun 2014. Kemudian ia bercerita bagaimana ia memulai riset untuk komik ini, tentang inspirasi terbesarnya dan teknis menggambar.
Tentu saja, di dalam lokakarya ini peserta diperbolehkan bertanya, tetapi kemarin sepertinya hanya 3 bapak yang mendominasi pertanyaan. Saya hanya dua kali tek-tokan, karena van Dongen ingin mendengar insight lain dari pembuat komik selain dirinya.
Rampokan Jawa, apa sih?
Komik Rampokan Jawa (1998) adalah komik keduanya setelah komik debutnya Muizentheater (1990), kemudian komik Rampokan Selebes diterbitkan enam tahun kemudian di tahun 2004. Rampokan atau Rampok Macan adalah sebuah acara yang diadakan di alun-alun kerajaan Jawa dari abad XVII hingga awal abad XX, menggunakan harimau sebagai atraksi utama yang dipajang di tengah lingkaran pria-pria bersenjatakan tombak. Harimau itu tidak pernah lepas, kalaupun berusaha keluar dari kerumunan, sudah keburu ditombak oleh pria-pria dalam lingkaran. Van Dongen menyebutkan beberapa interpretasi terhadap Rampokan, di antaranya melambangkan perjuangan masyarakat Jawa melawanan VOC.
Terlepas dari garis keturunan keluarganya yang separuh Makassar & Ternate, ia merasa tertarik untuk menuliskan tentang sejarah Indonesia, karena menurutnya pada saat itu tidak banyak cerita tentang bangsa-bangsa di Asia Tenggara pasca Perang Dunia I & II. Banyak orang menuliskan tentang sejarah dunia, terutama Eropa, pasca Perang Dunia, tetapi hanya 2 halaman saja yang menceritakan tentang Indonesia di era yang sama. Ia memilih Indonesia, dengan alasan klise bangsa barat: eksotisme. Seperti halnya Hergé dan serial Tintin, yang sangat diidolakan van Dongen, terutama Lotus Biru (Le Lotus Bleu, 1931).
"I choose Indonesia, the memory of Ternate, white beach, because it's exotic and it's a story of my grandma"
-Peter Van Dongen
Jadi, Bagaimana Memulai Sebuah Komik a la van Dongen?
1) Riset, Riset, Riset
Van Dongen muda, yang saat itu berusia 23 tahun, memulai risetnya dari literatur yang ia dapat dan sepuluh juta kenangan dan foto-foto yang ia dapat dari keluarga ibunya. Kakeknya yang orang Makassar, Henri John Kneefel, meninggal dipenggal Jepang di tahun 1930-an. Selain dari literatur yang ia dapat di Belanda, tak segan dia mengunjungi kantor berita dan arsip nasional, termasuk mendatangi keluarganya di Ternate pada tahun 1992. Beberapa gedung, rumah dan tokoh-tokoh dalam komik ini, berasal dari foto-foto keluarganya.
Untuk komik Rampokan, ia melakukan riset selamat kurang lebih 3,5 tahun. Seperti halnya penulis, ada beberapa hal yang luput dalam riset dan terlanjur dimasukkan ke dalam karyanya, terpaksa dia betulkan saat cetak ulang. Misalnya pada gambar halaman 19 (terbitan Gramedia) Rampokan Jawa di atas, tampak gambar serdadu Gurkha. Dari referensi yang diperoleh van Dongen, serdadu Gurkha tampak seperti Syeikh, mengenakan sorban dan berjenggot, tetapi di literatur lain sebetulnya prajurit Gurkha berasal dari Nepal dan hanya mengenakan topi. Untuk menyiasati hal tersebut, pada cetakan berikutnya, ia total mengubah tokoh prajurit Gurkha, menjadi syeikh saja, dengan menambahkan jenggot. Hal ini tidak terlalu berpengaruh juga kepada jalan cerita.
2) Tentukan pokok pikiran dan jangan lupakan itu!
"Storytelling is the main thing (in making comics), start with main sentence and always get back to it"
-Peter van DongenSangatlah mudah untuk terbawa arus cerita, apalagi ketika kita juga menggambarkannya. Jadi, dari awal tentukan apa yang hendak kita sampaikan dalam komik tersebut, dan jangan lupa untuk mengulangnya di tengah-tengah cerita. Misalnya dalam cerita Rampokan Jawa, serdadu Belanda Johan Kneevel datang kembali ke Indonesia untuk mencari babu masa kecilnya dulu. Sepanjang komik itu, van Dongen berulang kali menyatakannya di beberapa panel. Misalnya ketika Kneevel pergi ke pasar, ia teringat akan babu Ninih yang suka mengajaknya ke pasar saat ia kecil dulu.
Jika kita tidak mengulang pokok pikiran/pokok cerita yang hendak kita sampaikan, maka pembacapun akan sulit mengerti apa yang hendak kita ceritakan.
3) Mulailah menggambar dengan membuat thumbnail
Ambil selembar kertas A4, mulailah buat kotak-kotak kecil, yang menggambarkan keseluruhan layout dari komik yang kita gambar. Gambaran aksara saja, untuk dialog dapat diletakkan di samping thumbnailnya. Tentu saja, thumbnail ini tidak dibuat untuk dimengerti oleh orang lain selain kita, jadi kita bisa bebas coret-coret.
Membuat gambaran secara menyeluruh ini penting, karena biasanya kalau kita langsung memulai dengan detail panel, waktu dan tenaga kita habis hanya untuk panel kecil dan jadi malas untuk pindah atau mengontrol keseluruhan cerita. Akibatnya, karya tinggal WIP atau work in progress abadi.
4) Sketsa kasar di lembar kertas A4
Setelah selesai membuat thumbnail, langkah berikutnya adalah "memperbesar" thumbnail itu menjadi sketsa kasar. Di sini kita sudah bisa melihat adegan-adegan, meskipun dari segi gambar belum detail sempurna.
Kita juga bisa dengan lebih serius membagi panel untuk mengejar efek-efek tertentu. Misalnya untuk efek sinematik bisa dibuat satu panel penuh (seperti panel 1 hlm. 19 di atas) atau 3-4 panel kecil-kecil. Pembagian panel dapat memberikan penekanan juga pada seberapa penting adegan tersebut.
Kita tidak perlu risau mengenai alur baca atau menambahkan tanda panah penanda alur gambar, karena dengan otomatis mata akan terarah dari kiri ke kanan. Kecuali pada komik Jepang yang dibaca dari kanan ke kiri. Maka dari itu di sinilah pentingnya membuat thumbnail sebelum memulai sketsa kasar.
5) Sketsa pensil (yang serius)
Peter van Dongen terbiasa menggunakan kertas berukuran 30x40 cm atau kira-kira sebesar A3 untuk sketsa seriusnya. Di tahap ini gambarnya sudah harus detail dan siap untuk proses pewarnaan. Ukuran kertas gambar yang besar memungkinkannya untuk menggambar detail dengan lebih leluasa.
6) Inking/pewarnaan dengan tinta
Tahap ini sungguh krusial, karena di sini kita "mematenkan" gambar yang akan jadi bagian dari komik kita. Banyak penulis komik seperti Katsuhiro Otomo, yang memilih menggunakan pena karena sentuhannya lebih modern, garis yang dihasilkan lebih konsisten. Namun van Dongen memilih menggunakan kuas dan tinta cina. Amboi, seperti Yuko Shimizu rupanya! Kuas yang digunakan oleh van Dongen adalah berukuran 0/00, ideal untuk menggaris dan menggambar detail.
Saya sendiri penggemar kuas bulu mata (alias kuas di bawah ukuran 1) karena alasan yang sama.
7) Jangan lupakan cliffhanger
Salah satu kutipan Wilkie Colins yang terminal adalah "Make 'em cry, make 'em laugh, make 'em wait --exactly in that order". Hal-hal yang bikin kentang (atau kena tanggung alias penasaran) adalah salah satu kunci dari sebuah komik yang menarik. Cliffhanger pada akhir plot cerita dalam fiksi, biasanya meletakkan tokoh cerita dalam dilema atau semacam shocking revelation, dengan harapan para pembacanya akan terus mengikuti jalan cerita selanjutnya. Dalam komik, cliffhanger biasanya diletakkan di panel akhir, atau jika hendak diletakkan di panel pertama, semacam rekapitulasi dari episode/cerita sebelumnya.
Di pikiran saya, cliffhanger ini semacam "pancingan", begitu lah kira-kira.
8) Don't explain everything
Jangan terlalu cerewet menjelaskan sesuatu, kecuali Marcel Proust atau Haruki Murakami. Dalam komik, kita juga berbicara melalui gambar. Tidak perlu menjelaskan latar tempat dan waktu dalam balon teks, jika pada gambar sudah tertera cukup rinci, ya meskipun hal ini tidak dilarang.
(Bagi saya pribadi sih jadi redundant, ya nggak?)
9) Sediakan stok kesabaran 10 hanggar
Membuat komik sebagian besarnya adalah soal sabar. Jangan pernah takut untuk mengulang lagi gambarmu kalau ternyata hasilnya tidak sesuai keinginan. Jangan pernah lelah mewarnai ulang, sekarang dengan adanya Photoshop, bisa mengakselerasi waktu kerja. (Kalau saya jujur saja, masih tertatih-tatih dengan proses pewarnaan digital)
Terbukalah dengan masukan-masukan dari pihak lain, misalnya diprotes oleh proofreader atau editor.
Ketika komik Rampokan Jawa & Selebes hendak diterbitkan di Indonesia, van Dongen melakukan beberapa penyesuaian atas permintaan penerbit. Misalnya pada gambar laki-laki telanjang, gambar penisnya digambar kecil saja atau tertutup celana. Juga di gambar wanitanya, yang banyak digambarkan tanpa atasan, beberapa di antaranya ditambahkan penutup dada. Menurutnya hal itu tidak mengubah keseluruhan cerita, jadi sah-sah saja dilakukan perubahan semacam ini.
Pada awalnya komik seri Rampokan dibuat dalam full color seperti komik Tintin, tetapi atas permintaan penerbit, cetakan awal harus di-tone down menjadi agak hijau. Hal ini dikarenakan penerbit di Belanda berasumsi Indonesia identik dengan hutan-hutan yang hijau dan asri. Juga jika dibuat dalam full color, pembaca pun tidak akan percaya bahwa ini terjadi di masa lampau. Van Dongen mengubahnya dengan menggunakan warna sepia, dengan alasan, bahwa yang ditulis adalah soal kota di Indonesia, bukan hutan. Juga, warna sepia menimbulkan efek atmosfer tempo doeloe.
Hore, Dapat Tanda Tangan!
Aha! Ini Momen yang sangat saya tunggu-tunggu dari dulu, karena saya ketinggalan book signing (lebih tepatnya book doodling) di acara PopCon di SMESCO tahun lalu, jadi saya berharap bisa mendapatkannya di acara ini.
Bersama beberapa peserta lain saya tekun mengantri, akhirnya dapaaaat! Horeeeee…horeeee!!!
Acara yang berlangsung lebih dari 2 jam ini sungguh membuat saya terkesan dan ingin segera pekerjaan komersil lain-lain ini lekas berakhir. Saya ingin memulai riset saya dan membuat komik panjang.
Lebih lanjut mengenai Peter Van Dongen, dapat mengunjungi situs www.petervdongen.nl (dalam bahasa Belanda).
13/10/2015
Selamat Ulang Tahun, Julian!
*ini adalah komik pertamaku yang diwarnai secara digital di photoshop dan menggunakan pensil sebagai pengganti tinta saat "inking", juga menggunakan kertas bertekstur Maruman New Soho series.
** oh ya, Julian Louis Sugiharto berulang tahun tanggal 12 Oktober kemarin. Ia adalah 3D modeller yang handal, pengoleksi mainan, penyuka kucing dan penjahit yang tekun, juga laki-laki yang suka dipakaikan kuteks. Tengok karyanya di akun Behance ini.
*** cerita ini superlatif, jadi jangan percaya-percaya amat sama semua bagiannya.
09/10/2015
Rememberall Series for Sale (from Re:Pulse Exhibition)
Rememberall (1)
30x40 cm
Graphite on acid free paper
Rememberall (2)
30x40 cm
Graphite on acid free paper
Rememberall (3)
30x40 cm
Graphite on acid free paper
Rememberall (4)
30x40 cm
Graphite on acid free paper
I just got these babies back from the gallery yesterday, after Re:Pulse group show in July.
"Rememberall" series, consists of 4 graphite drawings on acid-free paper are now available for sale.
Email me at dindiepop@gmail.com to purchase or for any inquiries about the artwork.
06/10/2015
My Illustrations on #TrenSosial BBC Indonesia
Client: BBC Indonesia
Kisah Kokom, ibu 10 anak yang mencari jalan keluar dari 'lingkaran setan'#TrenSosial column, BBC Indonesia website
October 5, 2015
Editor: Endang Nurdin Widjono
Story written by Christine Franciska about 40-year-old woman lives in poverty with 10 children and her dreams of a better future. Read the full article on BBC Indonesia site.
05/10/2015
I'm airing on Mixlr!
radiosemut is on Mixlr
I'm airing in daily basis with this cool apps, Mixlr, under Radio Semut. Sometimes I read stories and blasting the stereo with my favorite tunes. The latest one I've done is inspired by The Martian. I was expecting at least one Bowie's song in each sci-fi (or sci-fi drama) flicks I've watched, and 'Starman' is one of them.
If you're missing out some of the live show on Radiosemut, worry not, you can replay them just like podcast. I think it's like the Periscope app, but in radio format and sans 24hours-then-we-erase-it policy. As optimistic & being resourceful and MacGyver-y for a botanist in space as Mark Watney , I am looking forward for the exciting adventures with the founder and fellow broadcasters in Radio Semut. The mixlr app can be downloaded for free (iOS & Android) or go straight to the website. Chat with us during the show, if you login (you can connect them with your facebook).
27/09/2015
Ilustrasi Buku: Ini-Itu Demokrasi
Bulan Mei-Juli lalu adalah bulan yang sibuk dan penuh berkah untuk saya. Saya diajak Farhanah & Afra menjadi ilustrator glosarium demokrasi untuk anak muda, berjudul Ini-Itu Demokrasi. Saya mengerjakannya bersama sekelompok anak muda paling keren di kantor paling cihuy yang saya tahu, Pamflet Generasi.
Kami juga didukung oleh penataletak yang handal, Rio Farabi. Meski kami sering ditinggal tur keliling dunia (bersama bandnya Whiteshoes & the Couples Company), tapi lembaran-lembaran tulisan yang tadinya melulu huruf, menjadi luar biasa kecenya! Termasuk gambar saya yang tadinya biasa saja tanpa aksen hijau toska, disulap jadi semakin menarik.
Terima kasih atas kesempatan ini ya, teman-teman! Buku ini sudah tersedia di toko buku Gramedia sejak 31 Agustus 2015.
INI-ITU DEMOKRASI
Penulis: Tim Pamflet Generasi
Penyunting: Farhanah, Redaksi KPG
Perancang Sampul & Ilustrator: Indriani Widiastuti
Penataletak: Rio Farabi
Halaman: 255 halaman
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta
Tahun: 2015
Peluang anak muda untuk turut aktif dalam politik semakin terbuka, Hal ini didukung oleh keterbukaan informasi dan menguatnya hak kebebasan berkespresi dalam rezim politik yang lebih demokratis pasca-1998. Berbeda dengan zaman orde baru, anak muda saat ini lebih bisa menyampakan pendapatnya melalui lebih banyak kanal, salah satunya media sosial. Walau demikian, demokrasi yang kita nikmati saat ini masih memiliki banyak tantangan. Salah satunya membuat partisipasi politik anak muda jadi makin diperhitungkan dan bermakna. Pertama dapat dimulai dengan memastikan anak muda mendapatkan pendidikan politik dan demokrasi yang memadai. Pendidikan dan pertukaran pengetahuan politik-demokrasi di kalangan anak muda semestinya berlangsung dengan cara yang menyenangkan, serta berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Untuk itu buku Ini-Itu Demokrasi disusun. Buku ini merupakan bagian dari proyek Youth Rights Now yang didukung oleh Hivos Regional Southeast Asia, serta merupakan kerjasama antara Demos, Pamflet dan Sekitar Kita.
Kami juga didukung oleh penataletak yang handal, Rio Farabi. Meski kami sering ditinggal tur keliling dunia (bersama bandnya Whiteshoes & the Couples Company), tapi lembaran-lembaran tulisan yang tadinya melulu huruf, menjadi luar biasa kecenya! Termasuk gambar saya yang tadinya biasa saja tanpa aksen hijau toska, disulap jadi semakin menarik.
Terima kasih atas kesempatan ini ya, teman-teman! Buku ini sudah tersedia di toko buku Gramedia sejak 31 Agustus 2015.
INI-ITU DEMOKRASI
Penulis: Tim Pamflet Generasi
Penyunting: Farhanah, Redaksi KPG
Perancang Sampul & Ilustrator: Indriani Widiastuti
Penataletak: Rio Farabi
Halaman: 255 halaman
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta
Tahun: 2015
Peluang anak muda untuk turut aktif dalam politik semakin terbuka, Hal ini didukung oleh keterbukaan informasi dan menguatnya hak kebebasan berkespresi dalam rezim politik yang lebih demokratis pasca-1998. Berbeda dengan zaman orde baru, anak muda saat ini lebih bisa menyampakan pendapatnya melalui lebih banyak kanal, salah satunya media sosial. Walau demikian, demokrasi yang kita nikmati saat ini masih memiliki banyak tantangan. Salah satunya membuat partisipasi politik anak muda jadi makin diperhitungkan dan bermakna. Pertama dapat dimulai dengan memastikan anak muda mendapatkan pendidikan politik dan demokrasi yang memadai. Pendidikan dan pertukaran pengetahuan politik-demokrasi di kalangan anak muda semestinya berlangsung dengan cara yang menyenangkan, serta berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Untuk itu buku Ini-Itu Demokrasi disusun. Buku ini merupakan bagian dari proyek Youth Rights Now yang didukung oleh Hivos Regional Southeast Asia, serta merupakan kerjasama antara Demos, Pamflet dan Sekitar Kita.
24/09/2015
31/08/2015
Digital Painting with Noah Bradley
Magic the Gathering card game is one of my current obsession right now. Karla Ortiz, Zoe Robinson and Julie Bell are so rad, so I decided to wipe away my fear and hatred of digital painting and enrolled in Noah Bradley's Art Camp. Noah's art is soo amazing, I got a card or two with his art on it. I feel like this is the coolest entrance to paint digitally, without leaving the traditional feel. Because I'm tired of being told that I should consider doing children book or young-adult theme book illustration ALL THE TIME, while I favor futuristic, sci-fi themed arts.
and this is the usual graphite drawing, an approach to mist effect.
Here's my first attempt in digital drawing, I am doing one of Albert Bierstadt's painting Sunrise on the Moon:
and this is the usual graphite drawing, an approach to mist effect.
03/07/2015
RE:PULSE - July 4-31, 2015, MAKNA Seni Indonesia, Harmoni, Jakarta
This exhibition, entitled "RE:PULSE", has the participating artists engage with one of the critical issues among Southeast Asian countries: that of the perils of poverty, desperation, and labor. The case linking the Philippines and Indonesia gained major international coverage, resulting in relevant discussions regarding pressing matters such as human trafficking, drug trafficking, human rights, and extreme poverty and unemployment.
Looking at this massive web of issues with a shift in standpoint afforded when one has had enough time to step back and reassess what has happened – when the buzz has died and one can see the abandoned attempts at progress that died with it – the works do not seek to effect concrete social change but instead to engage viewers, stimulate their consciousness, and keep the discussion and peoples’ awareness alive and kicking.
The exhibition involves nine artists from the Philippines and Indonesia: the main actors in this bilateral negotiation pursuing resolution in settling the verdict made by the Indonesian government. The artists carried out their individual projects exploring different perspectives on this particular case.
Participating in this exhibition are Ahmad Hilal, Indriani Widiastuti, Rishma Riyasa (Indonesia); Brisa Amir, Issay Rodriguez, Joseph Gabriel, Kulay Labitigan, Katherine Nuñez, Lesley-Anne Cao (the Philippines), with curation by Asep Topan (Indonesia).
This is part of the series of exhibition projects which is hoped to be conducted annually in Southeast Asian countries. It is the second of the series, the first having been shown at PAN/// Project Space, 98B Collaboratory, in Escolta, Manila in 2014. The first exhibition, entitled "Objection", involved young artists from Indonesia, Singapore, the Philippines, and Thailand.
“RE:PULSE” will take place in Jakarta at MAKNA Seni Indonesia from July 5 – 31 2015, opening with an Artist Talk involving all participating artists on Saturday, July 4th, 2015 starting at 3.00 PM.
----
Yasss! I finally got a chance to put up my works on group exhibition in Jakarta. Been working 15+ hours a day within a week to get all my work done and intensively looking at elephant's wrinkles. Please do drop by or join the artist talk
26/05/2015
08/05/2015
A Girl Walks Home Alone at Night
The Girl & Saeed (graphite on paper, 2015)
Skateboard (graphite on paper, 2015)
Filem berdurasi 99 menit ini disutradarai Ana Lily Amirpour, (lagi-lagi) wanita keturunan Iran yang lahir di Inggris dan besar di Los Angeles. A Girl Walks Home Alone at Night adalah debut pertamanya di Sundance Film Festival 2014. Bercerita tentang seorang vampir perempuan (The Girl) yang hidup di Bad City (Shahre Bad), kota penghasil minyak, terasa bagai Iran tapi California dan dipenuhi oleh orang-orang kesepian.
Bermain skateboard di tengah malam, mucikari yang putus telunjuknya, seorang ayah pecandu heroin, kucing yang sangat gemuk, wanita penghibur yang berusia 30 tahun, penggemar James Dean yang kehilangan mobil cihuy dan anting-anting berlian berbentuk bunga adalah adegan-adegan yang kusuka dari filem ini. Juga, efek "nahan-nahan nggak mau megang", kayak di film Wong Kar Wai, yang bikin tambah gemes.
Jangan khawatir teman, ini bukan filem religi yang setannya takut sama ayat suci dan wanita ber-chador. Ini cerita tentang mbak manis berbaju garis-garis, banjir musik post-punk dan ngefans berat sama Margaret Atwood!!
Fun fact:
- Di dinding kamar The Girl ada poster muka Margaret Atwood (penulis Handmaid's Tale), tapi dipose seperti poster Madonna. Ini mungkin seperti sebuah bentuk penghargaan Amirpour terhadap Atwood yang sudah menyumbang USD$ 57,000 dalam crowdfunding film ini di Indiegogo. Amirpour pun gadis yang beruntung, bisa berfoto bersama Ms. Atwood.
- The pimp, diperankan oleh Dominic Rains adalah pemeran Jihangir di film Taqwacore (oh aku suka film ini!) dan tato 'Jakesh' di kepalanya adalah coretan tangan ibu Amirpour, yang berarti "someone who provides place", tetapi di Iran kata ini eufimisme dari mucikari. Don't get mixed with 'koskesh" which literally means pussy-puller, pussy-stretcher or a fucker.
Wawancara dengan Amirpour & behind the scene AGWHAAN.
Tentang Gambar "The Girl & Saeed" dan "Skateboard"
Nah, karena aku suka sekali dengan film ini, akhirnya aku mengumpulkan beberapa screenshot adegan untuk dibuat fan art-nya. Awalnya ada sekitar 5 gambar yang disiapkan, dengan target minimal 3 gambar. Namun aku kehabisan tenaga di gambar kedua. Pengerjaannya cukup singkat, 2 hari saja. Menggunakan 3 pensil Derwent ukuran HB, 4B dan 8B.
----
A Girl Walks Home Alone at Night (2014)
Sutradara: Ana Lily Amirpour
Produser: Sina Sayyah, Justin Begnaud, Ana Lily Amirpour
Pemain: Sheila Vand, Arash Marandi, Mozhan Marnò, Dominic Rains, Milad Eghbali, Rome Shadanloo, Marshall Manesh, Reza Sixo Safai
Durasi: 99 Menit
Bahasa: Farsi (dengan subtitel Bahasa Inggris)
04/05/2015
Red Two, Standing By!
It's May the 4th! It's Star Wars Day!
On the April 30th, I had this conversation with a good friend of mine, to make fan arts based on Battle of Yavin. Specifically speaking, the Red Leader: Wedge Antilles. He's going to make it in Lego bricks, but on Friday night he just told me he couldn't make it. Meh. Went already halfway (as long as I remembered, I already finished with Wedge on center, working my way up to the ship), there's no possibility for turning back. Not for this Corellian pilot who survived through Battle of Yavin, Battle of Endor, Battle of Hoth and second Death Star runs.
He's not the Captain Antilles that had been strangled by Darth Vader, it's Raymus Antilles. Or former C3PO master, Colton Antilles, who's possibly Raymus' son. Yes, I know, some of you confirmed that Raymus and Colton is the same person and the character synchronization between A New Hope and Revenge of the Sith went kinda glitchy here. With no signs of aging etc. Raymus in episode III = Colton in episode IV.
Anyway, I collected all details and studied some pictures, what made this Red Two standout from others? Oh! It's the helmets! Each Squadron has their own helmet design, gold, grey, green, red,
Antilles - olive green with yellow-black stripes on center
Biggs - yellow-black checkered
Luke Skywalker - two red Rebel symbol.
"I remember the days before Yavin when we were all young, armored with the invincibility of youth and fired by the belief that the Emperor’s evil Empire could not win. It didn’t, but the cost was more horrible than any of us could have imagined."
On the April 30th, I had this conversation with a good friend of mine, to make fan arts based on Battle of Yavin. Specifically speaking, the Red Leader: Wedge Antilles. He's going to make it in Lego bricks, but on Friday night he just told me he couldn't make it. Meh. Went already halfway (as long as I remembered, I already finished with Wedge on center, working my way up to the ship), there's no possibility for turning back. Not for this Corellian pilot who survived through Battle of Yavin, Battle of Endor, Battle of Hoth and second Death Star runs.
He's not the Captain Antilles that had been strangled by Darth Vader, it's Raymus Antilles. Or former C3PO master, Colton Antilles, who's possibly Raymus' son. Yes, I know, some of you confirmed that Raymus and Colton is the same person and the character synchronization between A New Hope and Revenge of the Sith went kinda glitchy here. With no signs of aging etc. Raymus in episode III = Colton in episode IV.
Anyway, I collected all details and studied some pictures, what made this Red Two standout from others? Oh! It's the helmets! Each Squadron has their own helmet design, gold, grey, green, red,
Antilles - olive green with yellow-black stripes on center
Biggs - yellow-black checkered
Luke Skywalker - two red Rebel symbol.
The Battle of Yavin: this scene over and over again, feel the Force!
29/04/2015
Teman Seperjalanan #2
(Teman Seperjalanan #2, graphite on paper, 2015)
Beberapa waktu terakhir, aku suka sekali menggunakan graphite sebagai alat menggambar. Aku terinspirasi oleh Nicomi Nix Turner, mbak-mbak anyep yang luar biasa tangannya. Tanpa penghapus. tanpa referensi foto. Kemudian aku jadi terobsesi untuk beli berbagai macam kertas gambar, karena selama ini yang kupunya hanya kertas untuk cat air, yang lebih bertekstur dan gramasinya lebih berat.
Gambar ini dimulai saat perjalanan ke Bandung minggu lalu bersama seorang teman. Mengunjungi Omuniuum, duduk menggambar di gerbong restorasi (gegara temanku ingin merokok, tapi impian kandas karena kereta Argo Parahyangan bebas asap rokok), main kendama di tengah jalan yang seharusnya ramai di hari non-KAA (lihat videonya di instagram) dan menginap sendirian di hotel yang nyaman.
Selebrasi Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60 menurutku l-e-b-a-y, tanpa hasil yang sungguh signifikan. Apalagi di Bandung, mengosongkan jalan tanpa ada angkot atau taksi atau memasang umbul-umbul Mandela bertuliskan "Tidak ada hal yang mustahil" atau semacamnya, ya intinya 'gumasep' (bersolek) kalau kata mbak Tarlen. Kehadiran para delegasi juga tidak lebih dari setengah hari di sana. Memaksa anak sekolah untuk mengambil gambar para delegasi di jalan sebagai tugas dan melambaikan tangan? Dikira orde baru kaliiii.
Penyelenggaraan komemorasi ini buatku tidak lebih dari sekedar mempercantik kota a la Bandung Bondowoso, baik Jakarta dan Bandung dan menutupi kekurangannya. Persis seperti kosmetik.
Setelah 4 atau 5 tahun tidak mengunjungi Bandung, rasanya kali ini seperti ketemuan singkat dengan teman lama. Ketika kamu menghafal jalan, bukan dari peta, tetapi dari apa yang kamu lakukan di sana bersama temanmu di tahun yang lalu.
Current readings:
Terry Pratchett - Color of Magic
China Mieville - Embassytown
14/04/2015
Teman Seperjalanan
(click on the picture to view bigger image on Flickr)
Senang sekali akhirnya gambar ini bisa selesai, seingatku sketsa dan gambar awal dibuat segera setelah gambar Study on Tezuka. Awalnya dibuat untuk memperingati anniversary misi Sputnik pada bulan November, kemudian gambar ini ditelantarkan begitu saja. Aku malah asyik bikin-bikin komik tentang sunscreen (yang juga masih separuh jadi) dan bermimpi masih bisa ikut Kendama World Cup 2015.
Senin kemarin, Ika Vantiani, kembali mengirimkan email pengingat untuk project Puisi Namamu. Kumpulan 100 puisi tentang nama ini rencananya akan dilengkapi dengan ilustrasi dari 100 ilustrator di Indonesia. Proyek ini mati suri dari beberapa tahun lalu, hingga beberapa bulan terakhir akhirnya kembali dilirik. Silakan lihat karya-karya ilustrator lainnya yang sudah dikirimkan di akun instagram Ika Vantiani dengan tagar #namamu.
Sputnik, dalam bahasa Rusia artinya "traveling companion" atau teman seperjalanan.
Anjing jalanan yang diikutsertakan dalam misi kedua Sputnik bernama Laika, yang artinya "to bark" atau menggonggong. Namun jangan tertukar dengan Laika, salah satu jenis anjing gunung Rusia ya (sejenis Akita, Inu Shiba atau Alaskan Malamute). Kurang tahu persisnya ras apa, tapi kalau menurut saya, anjing ini lebih mirip Jack Russell.
Misi Sputnik ini memang dirancang oleh pemerintah Rusia dalam rangka "memanaskan" perang dingin USSR-USA pasca Perang Dunia II. Jadi aku anggap Sputnik dan Laika ini adalah sesuatu yang "didoakan" oleh pemerintah Rusia supaya mereka jaya dan nggak bikin malu Rusia di mata dunia. Naasnya, si anjing jalanan ini hilang dalam misinya. Katanya ada yang bilang meledak pesawatnya di orbit, ada juga yang bilang hilang di luar angkasa. Namun hal ini nggak bikin Rusia jadi patah arang, malah jadi semangat mengirimkan misi-misi selanjutnya.
***
Bulan lalu juga akhirnya selesai baca Doctor Sleep-nya Stephen King, plis jangan diketawain, itu karya King pertamaku. Terus ternaksir-naksir sama Danny Torrance. Awalnya agak ragu nerusin baca buku ini, karena bab awal saya baca di kamar hotel di Aceh, sendirian. Takut dong ya sama Mrs. Masey. Saya selalu waswas masuk kamar mandi, periksa dudukan kloset, ada bekas slime-nya nggak.
Untungnya setengah buku terakhir dapat hiburan. Abra Stone jadi cewek jagoan. Saya cuma berharap kalau umur 21 tahun, Abra segera sadar dan macarin Dan Torrance. Juga semoga Abra sempet kenalan sama Sun Go Kong, biar sama-sama pinter membelah diri.
("Teman Seperjalanan", graphite on watercolor paper, 2015)
current reading: Lord of The Flies, William Golding
24/03/2015
Sand Could Be Very Deceptive
The dreamiest thoughts of being, is swimming with merman at the beach.
But can I have a clean-shaved and short-haired Merman, please?
I don't bother jellyfish.
Sand could be very deceptive.
It may look dense if they're together,
but it would easily escape through your fingers if you grab it too tight.
(another journal entry from yesterday. March 22, 2015)
Bukan Buibu
28/02/2015
The Son of Sarek
"I am in control of my emotions"-Spock
This son of Sarek has gone boldly where no man has gone before on February 27, 2015. This drawing is a tribute to him and STOS. (nn\\//n)
His last, and most quoted line: "A life is like a garden. Perfect moments can be had, but not preserved, except in memory-LLAP", been retweeted for 278.000 times.
How I wish Nimoy could transfer Spock's Katra to himself.
Tidbits:
Spock and the "Love Mankind" grafitti. Taken from the Original Series episode "The Naked Time" (first aired September 29, 1966), when Tormolen start spreading contagious blood-like liquid and made everybody on Enterprise went nut. My fave is act-gone-wild Sulu with fence on his hand.
Spock and the "Love Mankind" grafitti. Taken from the Original Series episode "The Naked Time" (first aired September 29, 1966), when Tormolen start spreading contagious blood-like liquid and made everybody on Enterprise went nut. My fave is act-gone-wild Sulu with fence on his hand.
12/01/2015
My Own January Cure: Blog Revamp
(January Cure is annual project run by The Apartment Therapy, to get our home under control, fresh, clean and organized. The things will be done in one manageable step at a time, during once-a-year-only. And what makes it so cool, is we're going to do this together!. -err...well this is their official manifesto, being paraphrased. I decided to have my own January Cure with my blog)
Subscribe to:
Posts (Atom)