(Teman Seperjalanan #2, graphite on paper, 2015)
Beberapa waktu terakhir, aku suka sekali menggunakan graphite sebagai alat menggambar. Aku terinspirasi oleh Nicomi Nix Turner, mbak-mbak anyep yang luar biasa tangannya. Tanpa penghapus. tanpa referensi foto. Kemudian aku jadi terobsesi untuk beli berbagai macam kertas gambar, karena selama ini yang kupunya hanya kertas untuk cat air, yang lebih bertekstur dan gramasinya lebih berat.
Gambar ini dimulai saat perjalanan ke Bandung minggu lalu bersama seorang teman. Mengunjungi Omuniuum, duduk menggambar di gerbong restorasi (gegara temanku ingin merokok, tapi impian kandas karena kereta Argo Parahyangan bebas asap rokok), main kendama di tengah jalan yang seharusnya ramai di hari non-KAA (lihat videonya di instagram) dan menginap sendirian di hotel yang nyaman.
Selebrasi Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60 menurutku l-e-b-a-y, tanpa hasil yang sungguh signifikan. Apalagi di Bandung, mengosongkan jalan tanpa ada angkot atau taksi atau memasang umbul-umbul Mandela bertuliskan "Tidak ada hal yang mustahil" atau semacamnya, ya intinya 'gumasep' (bersolek) kalau kata mbak Tarlen. Kehadiran para delegasi juga tidak lebih dari setengah hari di sana. Memaksa anak sekolah untuk mengambil gambar para delegasi di jalan sebagai tugas dan melambaikan tangan? Dikira orde baru kaliiii.
Penyelenggaraan komemorasi ini buatku tidak lebih dari sekedar mempercantik kota a la Bandung Bondowoso, baik Jakarta dan Bandung dan menutupi kekurangannya. Persis seperti kosmetik.
Setelah 4 atau 5 tahun tidak mengunjungi Bandung, rasanya kali ini seperti ketemuan singkat dengan teman lama. Ketika kamu menghafal jalan, bukan dari peta, tetapi dari apa yang kamu lakukan di sana bersama temanmu di tahun yang lalu.
Current readings:
Terry Pratchett - Color of Magic
China Mieville - Embassytown